“Aku Pahlawan Masa Kini” adalah tema upacara Hari Pahlawan tahun 2019 yang diikuti segenap pegawai BPK Perwakilan Provinsi Jateng. Pada masa ini, tindakan kepahlawanan dapat diwujudkan dengan berprestasi di berbagai bidang kehidupan, memberikan kemaslahatan bagi masyarakat, dan mengharumkan nama bangsa di kalangan internasional. Dengan menjadikan diri kita sebagai pahlawan masa kini, maka permasalahan bangsa dewasa ini akan dapat teratasi.
Demikian antara lain disampaikan Kasubaud Jateng IV Nelson H. H. Siregar, membacakan pidato sambutan Menteri Sosial (Mensos) untuk memperingati Hari Pahlawan tahun 2019. Nelson H. H. Siregar menyampaikan pidato tersebut saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Pahlawan di kantor BPK Perwakilan Provinsi Jateng pada Senin (11/11).
Dilaksanakan di halaman kantor, upacara tersebut diikuti para pejabat dan pegawai BPK Perwakilan Provinsi Jateng. Bertugas sebagai komandan upacara Vickey Rizky Noer, pemeriksa di Subaud Jateng II.
Di depan para peserta upacara Nelson H. H. Siregar mengatakan bahwa hari pahlawan bukan hanya seremonial semata. Menurutnya, kita harus memaknai hari pahlawan dengan aksi nyata, bekerja membangun negeri menuju Indonesia maju, dan meningkatkan rasa kepedulian untuk menolong sesama yang membutuhkan.
Menurut Nelson, peringatan Hari Pahlawan seharusnya juga meningkatkan kesadaran kita untuk lebih mencintai tanah air dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sampai akhir hayat. “Jangan biarkan tangan-tangan jahil atau pihak yang tidak bertanggung jawab merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Jangan biarkan negeri kita terkoyak, tercerai berai, terprovokasi untuk saling menghasut dan berkonflik satu sama lain,” katanya.
Meski cukup terik, upacara berlangsung khidmat. Pada kesempatan tersebut dibacakan pesan-pesan beberapa pahlawan, antara lain Soekarno, Bung Hatta, Pattimura, Jenderal Soedirman, dan I Gusti Ngurah Rai.
Hari Pahlawan sendiri diperingati untuk mengenang pertempuran para pemuda Surabaya melawan pasukan Inggris pada 10 November 1945. Pertempuran tersebut dipicu terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan tentara Inggris di Jatim) pada 30 Oktober 1945.
Kematian Mallaby menyebabkan kemarahan Inggris. Mayor Jenderal Eric C. R. Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum yang antara lain berisi perintah agar pihak Indonesia menghentikan perlawanan dan menyerahkan persenjataan. Selain itu, diperintahkan agar semua pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda datang selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 WIB di tempat yang ditentukan tentara Inggris. Mansergh juga mengancam akan menggempur Surabaya dari darat, laut, dan udara bila perintah Inggris tak ditaati.
Semua ultimatum ini tak dipatuhi rakyat Surabaya. Terjadilah pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 dan berlanjut selama kurang lebih tiga minggu lamanya. Pertempuran tersebut diperkirakan melibatkan 120.000 laskar Republik Indonesia dan 30.000 tentara Inggris. Dalam rangkaian pertempuran itu, korban di pihak Indonesia diperkirakan mencapai 6.000 orang (Kirby; 1965). Sementara dari pihak tentara Inggris, 600 tentara diperkirakan menjadi korban (Ricklefs; 2008). (*)