BPK RI SEPAKATI CARA MENGAKSES DATA DENGAN PEMERINTAH PROPINSI/KABUPATEN/KOTA SE-JAWA TENGAH

dsc_0967
Ketua BPK RI, Drs. Hadi Poernomo, Ak., menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman antara BPK RI dengan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi untuk Akses Data dalam Rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Penandatanganan dilakukan oleh Kepala Perwakilan BPK RI Propinsi Jawa Tengah, Bambang Adiputranta, S.H., M.Si. dengan para kepala daerah se-Jawa Tengah di Gedung Ghradhika Bhakti Praja, Semarang pada hari Jumat 6 Mei 2011.

Nota Kesepahaman tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi untuk Akses Data dalam Rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara ini merupakan langkah strategis dalam rangka mewujudkan sinergi antara BPK RI dengan para pemangku kepentingan, termasuk di antaranya entitas yang diperiksa oleh BPK RI atau disebut dengan “BPK Sinergi”. Tujuan BPK Sinergi adalah mewujudkan efektivitas pemeriksaan BPK RI guna mendorong optimalisasi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang transaparan dan akuntabel.

Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, BPK RI mendapat kewenangan meminta data/dokumen kepada pihak yang diperiksa (auditee) dan atau pihak lain yang terkait. Untuk mempermudah perolehan data/dokumen, BPK RI memprakarsai pembentukan sinergi dengan auditee melalui strategi link and match data. Melalui Nota Kesepahaman ini, selanjutnya akan dibentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK RI (e-BPK) dengan data elektronik auditee (e-auditee). Melalui pusat data tersebut, BPK RI dapat melakukan perekaman, pengolahan, dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara. Kerja sama antara BPK RI dan Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah yang diatur dalam Nota Kesepahaman ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Bagi BPK RI akan memberikan keuntungan antara lain: pemeriksaan akan lebih efektif; cakupan pemeriksaan akan lebih luas; biaya pemeriksaan akan lebih hemat; serta proses dan penyelesaian pemeriksaan akan lebih cepat. Bagi auditee akan memberi keuntungan, antara lain lebih menghemat waktu dalam menyediakan dokumen yang diperlukan pemeriksa; serta kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara dapat lebih cepat diketahui dan diperbaiki melalui pemeriksaan BPK yang lebih cepat dan lebih efektif.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 dan Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 BPK memiliki kewenangan untuk meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan setiap orag, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola Keuangan Negara. Namun perlu dipahami bahwa tanpa Nota Kesepahaman inipun BPK RI tetap berwenang untuk mengakses data entitas dalam rangka pemeriksaan dan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara/Daerah.
Pada kesempatan ini, Hadi Poernomo menegaskan bahwa yang disepakati dalam Nota Kesepahaman ini bukan mengatur mengenai kewenangan atau perijinan bagi BPK RI untuk mengakses data milik lembaga negara, kementerian, atau badan, tetapi yang diatur dalam Nota Kesepahaman ini adalah hubungan kerja sama pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data lembaga negara, kementerian, atau badan oleh BPK. Dengan kata lain, Nota Kesepahaman ini hanya mengatur mengenai cara untuk mengakses data yang diperlukan dalam pemeriksaan oleh BPK RI.

Nota Kesepahaman yang sama dengan seluruh lembaga negara,kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, BUMN, dan pemerintah daerah telah ditandatangani oleh BPK dengan masing-masingpihak. BPK RI mengharapkan sinergi tersebut memberikan manfaat untuk mengurangi KKN secara sistemik, mendukung optimalisasi penerimaan negara, dan mendukung efisiensi dan efektivitas pengeluaran negara.