BPK berperan memastikan apakah dana desa tepat sasaran dan telah dipertanggungjawabkan dengan benar. Pemeriksaan BPK atas dana desa dapat dilakukan dalam pemeriksaaan kinerja maupun menempatkannya sebagai bagian dari pemeriksaan atas LKPD.
Demikian antara lain disampaikan Kalan BPK Provinsi Jateng Ayub Amali saat menjadi salah satu narasumber dialog publik yang dilaksanakan di Stasiun TVRI Jawa Tengah pada Senin (02/12) lalu. Mengambil tema “Mencegah Penyimpangan Pengelolaan Dana Desa”, dialog publik tersebut juga menghadirkan Dosen Fakultas Ekononomi dan Bisnis (FEB) Undip FX. Sugiyanto sebagai narasumber. Dialog publik tersebut dipandu oleh Nessa Ghozal, host TVRI sekaligus dosen di Universitas Dian Nuswantoro.
Dalam kesempatan tersebut Kalan BPK Provinsi Jateng Ayub Amali mengatakan, saat ini, jumlah desa di Indonesia mencapai 74.500 desa dan di Jateng mencapai 7.800 desa. Setiap desa menerima dana desa yang jumlahnya beragam. Namun, kata Ayub Amali, sampai saat ini belum ada Standar Akuntansi untuk Desa.
Lebih lanjut kata Ayub Amali mengatakan, sebenarnya pemberian dana desa lebih ditujukan untuk pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang bersumber dari dana desa, sebisa mungkin melibatkan seluruh komponen desa. Sebagai contoh, kata Ayub, pembangunan jalan mestinya menggunakan sistem swakelola dengan melibatkan unsur perangkat desa dan masyarakat setempat. “Namun, dalam prakteknya, kadang pemerintah desa menunjuk rekanan tertentu yang ketika ditelusuri ternyata rawan adanya unsur KKN dan penyelewengan,” jelas Ayub.
Pernyataan senada disampaikan FX. Sugiyanto. Menurutnya, sebenarnya dana desa itu lebih ditekankan untuk infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat. Adanya infrastruktur yang baik diharapkan dapat berdampak pada peningkatan perekonomian desa. Namun, dalam kenyataannya, dana desa memang rawan disalahgunakan. “Ada beberapa modus untuk penyelewengan Dana Desa, misalnya mark-up harga di atas harga pasar saat perencanaan kegiatan, mengklaim program fisik yang sebenarnya bersumber dari dana selain dana desa, menggunakan anggaran dana desa untuk kepentingan pribadi, penggelembungan honor dan penggunaan ATK, ataupun pembangunan fiktif yang dibiayai oleh anggaran dana desa,” katanya.
Kalan BPK Provinsi Jateng menjadi nasarumber dialog publik sebagai bagian program public awareness BPK. Selain menjalin hubungan dan kerja sama yang baik dengan media, kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik kepada publik akan tugas dan peran BPK, khususnya terkait pengelolaan dana desa. (*)