Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jateng Sampaikan Kuliah Umum di Fakultas Ekonomi Unwahas

Fraud sangat berbeda dengan kejahatan konvensional.  karenanya perlu keahlian khusus untuk bisa mengungkapnya.  Selain tersembunyi, sebuah tindakan fraud selalu dilakukan secara sengaja dan  mengandung  unsur penipuan, penyembunyian ataupun  pemalsuan yang berujung pada timbulnya kerugian.

Demikian antara lain disampaikan  Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jateng Hery Subowo saat menyampaikan kuliah umum bertema Audit Forensik di Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) pada Kamis (5/10) kemarin. Acara yang dibuka secara resmi oleh Rektor  Unwahas Mahmutarom tersebut dihelat di Fakultas Ekonomi Unwahas.

Selain Kalan BPK Provinsi Jateng Hery Subowo, bertindak sebagai pembicara dalam kuliah umum tersebut Dosen Unwahas sekaligus Wakil Ketua II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan di STAIN Kudus Norhadi. Adapun yang bertindak sebagai moderator acara adalah Dosen Unwahas Atiq Amjadallah A.

Acara tersebut diikuti oleh setidaknya 300 mahasiswa jurusan akuntansi dari berbagai angkatan kuliah. Selain para mahasiswa, hadir dalam acara tersebut Dekan Fakultas Ekonomi Unwahas Khanifah dan para dosen dari fakultas ekonomi.

Dalam acara tersebut, Kepala Perwakilan (Kalan) BPK Provinsi Jateng Hery Subowo menjelaskan tentang tugas dan kewenangan, struktur  kelembagaan, serta jenis jenis pemeriksaan di BPK. Menurut Kalan BPK Provinsi Jateng Hery Subowo,  di BPK, audit forensik biasanya banyak dipakai para investigator dalam pemeriksaan-pemeriksaan investifatif untuk mengungkap sebuah tindakan korupsi ataupun fraud. “Tidak sembarang orang bisa menjadi investigator karena diharuskan memiliki karakteristik kualitatif tertentu. Contohnya, ia harus memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, kreatif, punya kepercayaan diri, serta memiliki ketegasan,” katanya

Lebih lanjut Kalan BPK Provinsi Jateng Hery Subowo menjelaskan, hal yang harus dipahami tentang fraud adalah bahwa fraud selalu tersembunyi.  Menurut Kalan BPK Provinsi Jateng Hery Subowo, teori segitiga fraud (fraud triangle) bisa dipakai untuk memperjelas persoalan fraud. Menurut teori ini, ada tiga hal yang mendorong terjadinya sebuah tindakan fraud, yaitu; tekanan/dorongan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rationalization (rasionalisasi).

Pressure adalah tekanan atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Sedangkan  rationalization adalah pembenaran atas tindakan fraud yang dilakukan. Pembenaran ini cenderung membuat seseorang merasa tidak bersalah atas sebuah tindakan fraud yang dilakukannya. “Ini bisa membantu menjelaskan mengapa orang-orang yang tadinya secara track record berperilaku baik, ternyata pada akhirnya bisa terjebak ikut melakukan tindak pidana korupsi,” katanya.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Norhadi menyampaikan persoalan audit forensik dari sisi teoritis. Menurut Nurhadi, program audit untuk audit keuangan berbeda jauh dengan audit forensik. Nurhadi juga menjelaskan bahwa audit forensik sangat terkait erat dengan persoalan tata hukum dan peraturan di bidang yang sedang diaudit tersebut. “Karena itu, seorang yang bergerak di ranah ekonomi juga harus memahami persoalan hukum,” katanya.

Meski terdapat sebagian peserta yang harus lesehan karena peserta yang hadir jauh melampaui kursi yang disediakan, acara kuliah umum tetap berlangsung menarik. Peserta terlihat antusias mengikuti materi yang diasmpaikan, terutama ketika memasuki  sesi tanya jawab. Dilaksanakan sekitar tiga jam, kuliah umum tersebut berakhir kurang lebih pukul 12.00 WIB