Pelimpahan PBB-P2 Dibahas Bersama

DSC_7674.jpg resolusi kecil Semarang, 15 Juli 2014 – BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Pemaparan mengenai Pelimpahan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah di Jawa Tengah. Peralihan ini berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengalihan PBB-P2 merupakan bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam kesempatan ini BPK mengundang Inspektur dan Kepala DPPKAD pada 35 Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah didampingi staf. Tercatat sebanyak 182 tamu undangan menghadiri acara tersebut.

Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Jawa Tengah, Ignasius Bambang Adiputranta dalam sambutannya menyampaikan desentralisasi fiskal merupakan salah satu instrument yang digunakan oleh pemerintah dalam mengelola pembangunan guna mendorong perekonomian daerah maupun nasional dengan tujuan terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah, maka pendapatan PBB-P2 merupakan bagian dari pendapatan asli daerah.

Dalam pelaksanaannya, pengalihan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah masih menghadapi beberapa kendala terutama terkait validitas dan keakuratan data piutang PBB-P2 yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Hal ini tercermin dari 35 entitas Kabupaten/Kota, baru 25 entitas (71,43%) yang memungut dan melaporkan pendapatan PBB-P2 TA 2013. Dengan terselenggaranya acara ini diharapkan diperoleh pemahaman mengenai pelimpahan pengelolaan PBB-P2 ditinjau dari perspektif peraturan perundang-undangan dan memperoleh gambaran mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan maupun kendala yang dihadapi, baik oleh Direktorat Jenderal Pajak maupun Pemerintah Daerah.

FGD ini dimoderatori oleh Eko Yulianto, Pengendali Teknis di Perwakilan Provinsi Jawa Tengah serta menghadirkan 5 orang narasumber. Yang pertama, Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I, Edi Slamet Irianto yang menyampaikan tentang Piutang PBB-P2 dan Aturan Pengalihan Piutang. Disampaikan hal-hal yang harus mendapat perhatian pasca pengalihan PBB-P2 adalah perekaman pembayaran pada basis data, kegiatan pemeliharaan basis data PBB-P2 tersebut dalam rangka pemutakhiran data piutang, usulan penghapusan piutang yang daluarsa, serta permintaan asistensi pelatihan teknis pemutakhiran basis data 2 (dua) tahun sejak penagihan.

Narasumber kedua yaitu Kepala DPPKAD Kota Semarang, A. Yudi Mardiana yang menyampaikan Permasalahan Yang Dihadapi oleh Pemerintah Daerah Yang Telah Menerima Pelimpahan Piutang PBB-P2 dan Solusi Mengenai Permasalahan. Beberapa permasalahan yang dihadapi Kota Semarang terkait penerimaan PBB-P2 yaitu daluarsa pajak daerah yang melebihi 10 tahun, data PBB-P2 yang diserahkan tidak dilakukan cleansing terlebih dahulu atas piutang sebelumnya, dan ketidakcocokan angka antara lampiran BA rekap piutang PBB-P2, CD backup piutang PBB-P2, serta data oracle SISMIOP piutang PBB-P2. Ditambahkan, selama tidak ada validitas data yang diterima maka angka yang tercantum dalam piutang pajak juga tidak bisa disebutkan secara benar. Selain itu ketentuan masa daluarsa pajak 5 (lima) tahun belum ada daerah yang berani menindaklanjuti karena masih belum ada kepastian kebenarannya.

Pemaparan dilanjutkan oleh Kepala DPPKAD Kabupaten Magelang, Djoko Tjahjono mengenai Pertimbangan Pemerintah Daerah yang Belum Menerima Pelimpahan Piutang PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Permasalahan terkait piutang PBB sehingga belum diterima yaitu data yang tidak akurat dengan pemeliharaan dan pemutakhiran data PBB-P2 baru 5 desa (dari 372 desa/kelurahan), daluarsa pajak daerah yang melebihi 10 tahun, serta ketidakakuratan data PBB-P2 dari KPP Pratama yang berdampak pada penerbitan SPPT Tahun 2013. Pemerintah Kabupaten Magelang telah berupaya dengan menyelenggarakan rakor penyelesaian piutang PBB-P2 dan KPP Pratama berjanji akan segera memberikan data piutang PBB-P2 by name dan NOP.

Kajian dari sisi akademisi disampaikan oleh Irine Handika, Dosen Fakultas Hukum UGM Yogyakarta. Beliau menyampaikan Aspek Hukum Pelimpahan Pengelolaan Piutang PBB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Disampaikan relasi antara pajak dan penyelenggaraan Negara memiliki empat fungsi, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, fungsi stabilisasi dan fungsi regulasi. Permasalahan muncul saat UU Nomor 28 Tahun 2009 tidak eksplisit menyebutkan hal apa saja yang harus diatur dalam tahap persiapan, dan sejauh mana pertanggungjawaban masing-masing pihak, baik pusat dan daerah terhadap persiapan tersebut.

DSC_7733.jpg resolusi kecilPemaparan ditutup dengan penyampaian Dampak Pelimpahan Pengelolaan PBB-P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah terhadap Pemeriksaan BPK. Nelson Humiras Halomoan Siregar, Kepala Subauditorat Jateng III BPK Perwakilan Provinsi Jawa Tengah, menyampaikan berdasarkan data LKPD TA 2013 terdapat 25 entitas kabupaten/kota yang telah melaporkan pendapatan PBB-P2 dan 10 entitas belum melaporkan pendapatan tersebut. Permasalahan yang dihadapi secara umum adalah validitas dan keakuratan data piutang PBB diragukan sehingga berdampak pada audit BPK. Beberapa temuan pemeriksaan BPK antara lain piutang diragukan kewajarannya, pendapatan PBB diragukan kewajarannya serta pembatasan ruang lingkup pemeriksaan pada akun pendapatan piutang.

Selama berlangsungnya acara terdapat pertanyaan dari beberapa Pemerintah Daerah terkait berbagai permasalahan yang dihadapi terkait pelimpahan piutang PBB-P2 tersebut. Peserta terlihat antusian dalam menyampaikan pertanyaan dan mengharapkan jalan keluar bersama agar permasalahan piutang PBB-P2 tersebut dapat segera teratasi.